Jenang Suro (bubur suro) merupakan salah satu hidangan yang identik dengan perayaan Tahun Baru Islam, yang ternyata memiliki sejarah dan filosofi penting bagi masyarakat, khususnya di beberapa kawasan di Pulau Jawa.
Dikutip Indonesia.go.id pada awalnya Jenang Suro ini dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam.
Kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung kala itu mengacu pada kalender Hijriah.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Arie Novan, seperti sajian yang dihidangkan saat upacara adat Jawa lainnya, Jenang Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
“Konon ini kan sudah ada sejak Sultan Agung bertahta di Jawa, terlepas dari apapun itu tentu Jenang Suro ini merupakan refleksi dari masyarakat Jawa atas berkah dan rezeki yang di berikan Allah SWT kepada mereka,” ujarnya.
Sementara sumber lain menyebutkan terciptanya Jenang Suro dibuat untuk memeringati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu, seperti yang tertera pada kitab kuno, di antaranya Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani),
Nabi Nuh bertanya kepada para sahabat masih adakah makanan yang tersisa di dalam kapal.
Lalu sahabat menjawab "Masih ada ya Nabi", dengan menyebutkan bahan makanan yang tersisa mulai dari kacang poi, kacang adas, ba'ruz, tepung, dan kacang hinthon. Bahan tersebut lalu dimasak bersamaan.
Inilah cikal bakal santapan lezat yang kini dinamakan Bubur Suro. Hidangan tersebut terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan jenang (bubur) biasanya.
Di Desa Kalibendo dari zaman nenek moyang sudah ada tradisi berbagi (ater-ater) jenang suro ke tetangga dan kerabat selama 1 bulan secara bergantian.
Jenang Suro di Desa Kalibendo terbuat dari beras yang simasak lunak yang di beri kuah santan dengan bumbu sedap rempah (bumbu kari/rendang) yang di atasnya di kasih taburan kacang tanah, tempe, tahu, bawang goreng, irisan dadar telor, suwiran daging ayam, kerupuk dll yang bisa menggugah selera yang melihat hidangan ini.
Semoga tradisi ini tidak akan terkikis oleh kemajuan zaman agar generasi muda memahami makna yang tersirat pada tahun baru Hijriyah dan perayaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar