Jaran Kepang sangat di minati di Desa Kalibendo, terbukti dengan banyaknya pertunjukan untuk memeriahkan acara seperti selamatan khitan, ulang tahun, nikahan dll, jadi hari ini di gelarlah acara tersebut karena warga berinisiatif untuk memeriahkan HUT RI dengan kegiatan ini.
Perlu di ketahui, Jaran Kepang sejauh ini memang belum ditemukan data tertulis atau prasasti yang membahas soal Jaran Kepang. Yang ada baru relief candi, seperti di Candi Jawi, Pasuruan, yang memperlihatkan seorang perempuan bertapa dan pasukan berkuda yang diduga merupakan Dewi Kilisuci. Jika yang disampaikan dalam cerita lisan selama ini benar, kemungkinan Jaran Kepang sebagai tari kerakyatan kuno embrionya sudah ada pada abad ke-12 dan mulai kental pada abad ke-13 dan ke-14. Pada masa kolonial telah ada catatan soal itu. Thomas Starmford Raffles dalam buku History of Java (1817) membicarakan sebuah pertunjukan di Jawa yang menggunakan imitasi kuda.
Trance atau kesurupan adalah hal yang sering terjadi selama pergelaran berlangsung. Pada umumnya, kesurupan terjadi setelah formasi tarian penunggang kuda yang pada awalnya lembut lalu berubah menjadi semakin liar mengikuti irama musik pengiring, perubahan ini biasanya diawali dengan suara lecutan ‘pecut’ atau cemeti yang meledak-ledak di udara, pada saat ini biasanya pemain tidak lagi menari dalam formasi kelompok. Masing-masing akan menari dengan liar sesuai kehendak hati dengan diiringi lantunan tabuhan gending dan lagu yang semakin memberi suasana magis dengan ditambah aroma kemenyan yang menyeruak di sekitarnya.
Menurut Soenarto Timoer dalam bukunya: “Reog di Jawa Timur” bahwa pada saat itu penari Jaranan itu bukanlah menggambarkan prajurit menunggang kuda melainkan sebagai kuda itu sendiri. Maka segala ciri-ciri yang ada pada seekor kuda dicoba untuk diungkapkan serealistis mungkin, tingkah lakunya menyepak singkur, lari, nyirig, sampai-sampai harus makan rumput dan dhedak yang dilakukan oleh penari dalam kondisi tidak sadar (trance).
Dalam hal ini bisa dipahami bahwa dalam keadaan trance tersebut penari Jaranan sudah “menjelma” sebagai jaran atau kuda. Tetapi sebelum proses 'ndadi' itu penari seakan-akan memerankan prajurit yang gagah perkasa sedang menunggang kuda dengan perlengkapan pecut (cemeti). Sehingga dalam konteks ini dapat dinilai separuh-separuh yaitu gerak kaki penari memang menirukan tingkah laku seekor kuda seperti nyirig, sepak singkur dan sebagainya, sedangkan gerak badan, tangan dan kepala masih menunjukkan seorang prajurit yang sedang menunggang kudanya.
Pada keesokan harinya masih berlanjut acara di RT tersebut, yaitu Reog dan Orkes Dangdut. Masyarakat sangat antusis untuk menonton acara ini, tampak yang datang ratusan orang, acara meriah sekali karena ada dua orang biduan yang dapat menyanyikan lagu reques dari penonton.
Ketua RT:05 RW:03 Bapak Sudarmaji menyampaikan terima kasih kepada warganya karena acara berjalan dengan lancar dan aman, beliau juga mengatakan "Semoga acara Jaran Kepang ini dapat menghibur warga saya dan semua yang hadir, semoga kita semua dapat tetap menjaga kerukunan dan kekompakan ini" tutup beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar